Penarikan Paksa Motor di Makassar, Dugaan Pemerasan, Pelanggaran Aturan OJK, dan Trauma Korban

MAKASSAR, Alqantaranews.id – Praktik penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector kembali mencoreng wajah industri pembiayaan di Sulawesi Selatan. Seorang konsumen perempuan berinisial RD menjadi korban perampasan motor oleh oknum debt collector yang bekerja sama dengan PT Mandala Finance melalui pihak ketiga PT Dzakim Unggul Berkah.

Peristiwa ini terjadi di Jalan Sultan Alauddin, Makassar, ketika sepupu RD, seorang perempuan sedang mengendarai motor yang bukan atas namanya. Tiba-tiba, sekelompok pria menghentikan laju kendaraan, menggiringnya ke kantor, lalu memaksa menandatangani Berita Acara Serah Terima Kendaraan (BASTK). Padahal, berdasarkan aturan hukum, hanya pemilik sah yang berwenang menandatangani dokumen serah terima.

“Sepupu saya dipaksa tanda tangan, padahal dia bukan pemilik motor. Ini pemaksaan dan bentuk perampasan,” tegas RD kepada media.

Sudah Bayar 26 Kali, Tinggal 7 Cicilan Lagi

Fakta ironis terungkap dari dokumen resmi riwayat pembayaran. RD telah membayar 26 kali cicilan dengan total Rp27.066.000. Artinya, ia hanya menyisakan 7 kali cicilan dengan sisa kewajiban sebesar Rp7.287.000. Motor yang nyaris lunas justru dirampas secara paksa di jalan.

Lebih jauh, RD mengaku heran dengan denda fantastis hingga Rp12.976.385 yang muncul dalam tagihan.

“Kok bisa ada denda sebesar itu? Ini bukan lagi denda, tapi pemerasan oleh pihak debt collector,” ucap RD geram.

Modus Pemerasan Berkedok Penagihan

RD menambahkan, dirinya kerap diminta sejumlah uang oleh pihak eksternal yang mengaku sebagai penghubung Mandala Finance. Mereka menjanjikan kendaraan tidak akan ditarik jika RD membayar biaya tambahan. RD bahkan menyimpan bukti chat dan transferan.
Namun saat kondisi keuangan sulit, RD tak bisa memenuhi permintaan itu. Tidak lama kemudian, motornya dirampas di jalan.

Trauma Psikologis Korban

Sepupu RD yang dipaksa tanda tangan mengalami trauma mendalam.

“Dia perempuan, tiba-tiba dikepung beberapa pria. Siapa pun pasti shock,” ungkap RD.

Diduga Melanggar Aturan OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK No. 35/POJK.05/2018 tegas mengatur bahwa penarikan kendaraan hanya sah dilakukan jika :

1. Konsumen sudah mendapat surat peringatan resmi.

2. Debt collector memiliki sertifikat resmi.

3. Ada dokumen surat tugas dan identitas jelas.

4. Tidak dilakukan dengan intimidasi maupun kekerasan.

Fakta di lapangan menunjukkan, RD tidak pernah menerima surat peringatan, dan penarikan dilakukan dengan cara-cara intimidatif. Praktik ini jelas melanggar aturan OJK dan berpotensi masuk ranah pidana perampasan (Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan).

Selain itu, Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha melakukan penagihan dengan cara yang merugikan dan menekan konsumen.

Langkah Hukum Disiapkan

RD bersama tim pendamping hukum kini tengah menyusun langkah hukum. Mereka berencana melapor ke pihak  kepolisian dan menggugat ke ranah perdata maupun pidana.

“Ini bukan hanya soal motor, tapi soal hak konsumen yang diinjak-injak. Kami akan lawan secara hukum,” tegas RD.

Kritik Terhadap Mandala Finance dan OJK

Kasus ini memperlihatkan lemahnya pengawasan OJK terhadap perusahaan leasing dan pihak ketiga yang kerap bertindak di luar batas hukum. Mandala Finance patut diminta pertanggungjawaban atas tindakan mitra debt collector-nya.

Praktik semacam ini juga menunjukkan adanya celah pemerasan sistematis terhadap konsumen. Apalagi, kasus RD membuktikan motor yang hampir lunas tetap dirampas dengan dalih tunggakan dan denda yang tidak transparan.

Publik menanti sikap tegas aparat penegak hukum dan OJK. Tanpa tindakan nyata, kasus serupa akan terus berulang, menjerat konsumen yang justru sudah patuh membayar kewajibannya.Restu*

 Editor : Andi Pooja 
 Tim Redaksi Rosdiana Hadi,S.Sos

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak