MAKASSAR, - Alqantaranews.id- 21 September 2025 — Kasus dugaan kekerasan terhadap NMS, siswi kelas VIII.3 SMP Negeri 29 Makassar, terus mendapat sorotan tajam. Korban harus dibaw ke RS Bhayangkara Makassar setelah mengalami trauma akibat dugaan lemparan sendok sampah dan pukulan dari guru matematikanya pada Kamis, 18 September 2025.
Kondisi ini memicu respon cepat dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar yang dipimpin oleh drg Ita Anwar
Dalam pesan singkatnya, drg Ita Anwar menegaskan, DP3A bergerak cepat untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pelayanan terbaik. (21/9/25)
“Saya telah perintahkan Shelter Warga Kelurahan Bontoduri untuk membantu korban dan keluarganya agar dapat mengakses seluruh layanan DP3A Makassar. Selain itu, saya juga telah meminta bantuan Home Care untuk memeriksa kondisi korban secara langsung,” ujar drg Ita Anwar
drg Ita, juga menegaskan pihaknya juga menyiapkan program konseling khusus bagi korban, meliputi konseling klinis, konseling tumbuh kembang, dan konseling keluarga.
Lebih jauh, drg Ita Anwar menegaskan bahwa kasus kekerasan di sekolah tidak bisa dianggap persoalan internal belaka.
“Jika pihak sekolah tidak mampu menangani, maka kasus ini harus dilaporkan ke Unit PPA Polrestabes Makassar. Kekerasan fisik terhadap anak SMP Negeri 29 harus berlanjut ke ranah hukum agar menjadi pembelajaran. Guru jangan seenaknya melakukan kekerasan terhadap anak didiknya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Shelter Warga Kelurahan Bontoduri, Irham, menegaskan perlunya langkah mediasi dan konseling di sekolah, dengan melibatkan semua pihak termasuk pelaku.
“Perlu dimediasi, mungkin DP3A bersama Tim Reaksi Cepat (TRC) ke sekolah mengadakan konseling. Ketemu langsung dengan pelaku, siapapun orangnya, agar bisa diselesaikan atau dituntaskan. Kalau memang ada unsur lainnya, tetap harus disikapi,” ujarnya.
Irham juga menegaskan bahwa guru tidak seharusnya menggunakan kekerasan dalam mendidik siswa.
“
Harapan saya, kasus seperti ini tidak perlu lagi terjadi. Guru harus bertindak sebagai pendidik dengan pendekatan persuasif, bukan dengan kekerasan,” tegasnya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Makassar (Makmur Payabo) menegaskan bahwa peristiwa ini memenuhi unsur kekerasan terhadap anak di bawah umur di lingkungan sekolah sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan karena itu wajib diproses secara hukum.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Achi Soleman, S.STP., M.Si., menegaskan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah tegas. (21/9/25)
“Segera ditindaklanjuti,” ujar Achi Soleman singkat saat dimintai tanggapan oleh awak media.
Pernyataan ini diharapkan menjadi awal dari investigasi resmi yang lebih transparan dan berpihak pada perlindungan siswa.
Kasus SMP Negeri 29 Makassar memperlihatkan rapuhnya mekanisme perlindungan anak di sekolah. DP3A sudah mengambil langkah cepat dengan menurunkan Shelter Warga dan Home Care, tetapi bola kini ada di tangan aparat penegak hukum.
Jika kasus ini hanya berakhir pada mediasi internal dan permohonan maaf tanpa sanksi hukum, maka pesan yang sampai ke publik jelas, kekerasan di sekolah dianggap hal biasa. (R35)
Editor Andi Pooja
Tim Redaksi Rosdiana Hadi,S.Sos