MAKASSAR, Alqantaranews.id - , 4 September 2025 — Kejaksaan Negeri Makassar kembali menjadi sorotan dalam lambannya penanganan perkara dugaan kekerasan seksual terhadap anak berusia 6 tahun dinilai bukan hanya mencederai kepastian hukum, tetapi juga semakin menggerus kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum (APH).
Tim Task Force Perlindungan Perempuan dan Anak PBH PERADI Makassar dalam press rilisnya menegaskan, sejak laporan polisi Nomor: LP/296/II/2025/POLDA SULSEL/RESTABES MKS dilayangkan pada 20 Februari 2025, kasus yang terjadi di Kecamatan Rappocini pada 15 September 2024 itu belum juga dilimpahkan ke tahap penuntutan. Padahal, masa penahanan tersangka telah memasuki hari ke-118 dari total 120 hari yang diatur KUHAP.
“Kejari Makassar belum meningkat ke tahap dua, padahal kasus ini merupakan kasus leg specialis kekerasan seksual terhadap anak. Menunda pelimpahan tahap II setelah masa penahanan sepanjang ini jelas melanggar prinsip kepastian hukum dan merugikan korban,” tegas Agus Salim, S.H., perwakilan Task Force PBH PERADI Makassar.
Pengamat sosial sekaligus pendamping korban, Jupri, lebih keras lagi menyoroti kelalaian jaksa penuntut umum. “Apakah JPU benar-benar mengerti UU Perlindungan Anak dan UU TPKS? Kok bisa menunda P21 untuk kasus anak usia 6 tahun yang sudah jelas-jelas jadi korban? Ini bukti nyata APH tidak berpihak pada korban,” ujarnya.
Jupri menambahkan, situasi korban makin tragis karena selain menjadi korban kekerasan seksual, rumahnya juga habis terbakar beberapa waktu lalu. “Inilah yang membuat masyarakat tidak percaya lagi kepada APH, Negara harusnya hadir untuk melindungi mereka.
Bayangkan, anak 6 tahun sudah jadi korban, tapi jaksa masih menunda pelimpahan berkas. Kalau sampai pelaku dibebaskan gara-gara ulah oknum kejaksaan, itu penghianatan terhadap undang - undang, dan korban serta penghinaan bagi publik,” tegasnya.
Task Force PBH PERADI mendesak Kejaksaan Negeri Makassar segera menerima pelimpahan tahap II tanpa alasan berlarut, berkoordinasi aktif dengan penyidik, dan memastikan korban mendapatkan perlindungan hukum. Mereka juga meminta Komisi Kejaksaan RI serta pengawas internal mengevaluasi kinerja Kejari Makassar, NGO, Pemerhati Perempuan dan anak serta awak media agar dapat terlibat dalam mengawal kasus ini.
“Kasus ini harus jadi momentum publik untuk mengawal bersama. Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan serius. Menunda berarti merampas hak korban,” tutup Agus Sali
Saat dikonfirmasi oleh awak media, JPU Kejaksaan Negeri Makassar bungkam terkait kasus tersebut.
Editor Andi Pooja
Tim Redaksi Rosdiana Hadi S.Sos